Bagi-bagi IUPK ke Ormas, Bukti Nyata Pemerintah “Sembarangan” Kelola ESDM

06-06-2024 / KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto saat mengikuti Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Rabu (5/6/2024). Foto: Farhan/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto kritik keras kebijakan Pemerintah membagikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada ormas keagamaan. Kebijakan tersebut menurutnya sebagai tanda bahwa Pemerintah tidak taat aturan atau sembarangan dalam mengurus sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


Lebih lanjut Politisi Fraksi PKS ini menilai Pemerintah semakin hari, semakin ngawur dalam mengelola sektor ESDM. Seenaknya saja melanggar peraturan dengan cara membuat penafsiran sendiri tentang UU Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).


"Coba itu Pak Bahlil (Menteri Investasi) bagi-bagi IUPK untuk ormas. Padahal, kalau kita baca seksama UU Minerba, izin pertambangan itu diajukan badan usaha paling tidak koperasi. Pemerintah akal-akalan mengatur norma bahwa badan usaha yang sahamnya dimilik ormas secara mayoritas. Itu kan norma baru yang tidak ada dalam UU," ujar Mulyanto dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Rabu (5/6/2024).


Mulyanto menilai, terkait IUPK, seharusnya mengacu pada ketentuan UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba), dimana penawaran IUPK terhadap wilayah pertambangan yang telah dikembalikan kepada Negara diprioritaskan untuk BUMN/BUMD bukan untuk badan usaha swasta, apalagi ormas.


"Yang luar biasa lagi, Ormas akan  diprioritaskan untuk mendapatkan IUPK.  Padahal Kalau kita baca undang-undang, yang namanya prioritas tegas-tegas itu diberikan kepada BUMN/BUMD. Selain lembaga-lembaga tersebut IUPK diberikan melalui proses lelang," tambahnya.


Dilanjutkannya, seharusnya pemerintah fokus pada permasalahan utama yang ada di sektor ESDM dan bukan pada hal lain yang menyebabkan gagal fokus. Misalnya lifting minyak dalam negeri yang semakin jauh dari Long Term Plan (LTP) 1 juta barel minyak per hari pada tahun 2030.


Menurutnya, pemerintah terkesan tidak mendukung sektor ini atau setengah hati. Sementara kondisi makro industri Migas tidak kondusif, karena massifnya gerakan EBT, investasi yang anjlok, natural declining, pengusaha asing yang sebagian hengkang, juga kelembagaan SKK Migas yang kontet.


“Jadi jangan heran kalau lifting minyak ini terus merosot baik target tahunannya, maupun realisasinya. Boro-boro mendekati 1 juta barel per hari. Ini jadi halusinasi," pungkasnya. (ayu/aha)

BERITA TERKAIT
Pemerintah Perlu Tekan Harga Gas untuk Industri Otomotif
23-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Cikarang — Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono menegaskan pentingnya keberlanjutan serta pengembangan industri otomotif nasional. Menurutnya,...
Kolaborasi Industri Besar dan UMKM Didorong Naik Kelas
23-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Bogor —Anggota Komisi VII DPR RI mendorong sinergi antara industri besar dan UMKM untuk meningkatkan daya saing usaha mikro,...
Kardaya Warnika Dorong Solusi Pasokan Gas dan Nafta untuk Chandra Asri
23-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Cilegon – Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika, menekankan pentingnya kepastian pasokan energi dan bahan baku bagi industri...
Siti Mukaromah Apresiasi Industri Otomotif Berdayakan SDM Lokal
22-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Cikarang – Komisi VII DPR RI memberikan apresiasi tinggi kepada PT Suzuki Indomobil Motor atas keberhasilan perusahaan otomotif tersebut...